Seharusnya Aku Tak Melepasmu (Part 1)

Seharusnya Aku Tak Melepasmu (Part 1)
(Sumber Pic : Gue screen shoot dari drama korea yang judulnya Something About 1%)
Namaku “Soka” Saat ini aku sedang menempuh pendidikan disalah satu Universitas yang cukup terkenal di kota ini. Namaku memang terdengar seperti nama seorang laki-laki, padahal aku adalah seorang perempuan. Saat ini usiaku sudah 28 tahun, masih duduk dibangku kuliah. Usia yang sangat tidak muda lagi untuk ukuran seorang perempuan. Sudah waktunya untuk menikah, memiliki keluarga sendiri. Harusnya.

Tapi, keputusan untuk menikah selalu tak pernah menjadi keputusan akhir yang bisa mengakhiri perjalanan kesendirianku hingga saat ini. Dan sejujurnya pun aku tak pernah punya keinginan untuk membangun sebuah keluarga. Dengan alasan tersendiri yang aku sendiri tak pernah mau mengingatnya.

“Hai, Soka…!”
Aku mendengar teriakan kecil disusul tepukan dibahuku. Aah,. Si Gery.” Lagi-lagi dia membangunkan lamunanku yang mulai kemana-mana.

“Hai, Gery… “ Jawabku singkat.
“Lagi, Kamu melamun sendirian disini, Sok?
“Lagi memikirkan siapa? Hayooo, Ngaku…?” Gery selalu saja seperti itu, menggodaku. Padahal dia tau aku tidak sedang memikir siapa-siapa.

Tanpa memperdulikan keberadaan Gery, yang berbicara panjang lebar tidak jelas. Aku membuka tas dan mengeluarkan Laptop kesayanganku. Melanjutkan lamunan dalam bentuk tulisan, terkadang aku mempostingnya di blog pribadiku. Seperti itulah kebiasaanku. Selalu menuliskan apapun yang ingin aku tulis. Bagiku blog dan laptop adalah tempat aku bercerita yang tak akan pernah protes. Dia tidak sama dengan Gery yang selalu saja protes ketika aku bercerita. Tapi tetap Gery adalah pendengar yang baik juga sahabat terbaikku.

Aku sudah hampir menyelesaikan satu halaman A4 dan itu artinya aku juga sudah siap memposting artikel yang aku tulis yang sebelumnya juga sudah aku check. Tak tuk tuk, bunyi gerakan tanganku di atas keyboard terdengar jelas, dan rasanya lebih jelas dibandingkan suara Gery yang terus berkicau menceritakan pertemuannya dengan gadis yang katanya baru dia jumpai tadi sebelum datang kesini.

“Pantas saja dia terlambat kesini?” Pikirku. Aku sudah tidak heran dengan kebiasannya itu.

Artikel sudah selesai aku tulis. Aku mengaktifkan Wi-fi Hotspot dari Smartphone pribadiku dan selanjutnya tinggal menyambungkan koneksi internetnya dengan laptop yang sedang aku gunakan sekarang. Aku adalah seorang blogger aktif, yang selalu memposting tulisan di blog pribadi yang sudah aku buat sendiri beberapa tahun lalu dan sampai sekarang aku masih terus melanjutkan hobby ini.

Beberapa kali gagal menyambungkan koneksi internetnya. Aku pikir, Aah… sepertinya jaringan internetnya pasti mengalami gangguan lagi. Tapi akhirnya tersambung juga. Selanjutnya masuk ke akun pribadi yang aku gunakan untuk membuka blog, masuk ke tab entry. Tinggal meng-copy artikel yang sudah aku tulis di Word tadi dan menyalinnya ke entry blog dan setelah menambahkan beberapa gambar yang relevan dengan tulisan, trus merapikan beberapa paragraf yang memang harus dirapikan. Setelah semua aku pikir oke, selanjutnya tinggal tekan posting. Berhasil dan artikel sudah terposing di blog.

Waktunya pulang pikirku.
“Soka…..!! Aku mendengar teriakan Gery di kuping kananku.
“Kamu dengar aku tidak, Soka?”
Aku mengangguk, “Aku dengar kok…”

Sambil tersenyum dan beranjak berdiri untuk meninggalkan tempat aku duduk melamun sejak 3 jam yang lalu. Kakiku pun sudah terasa sedikit kaku karena terlalu lama duduk. Gery juga ikut berdiri mengikuti langkah kakiku yang semangkin berjalan dengan cepat.

“Soka, Kamu kenapa sih?”
“Kenapa tak mengubris cerita ku?” Tanyanya mengerutu dan tetap berusaha mengimbangi jalanku yang semangkin cepat.
“Mau minum kopi…?” Tanyaku tak perduli.

Gery tidak menjawab. Masih tetap dengan mengerutu, Gery menyusul aku yang tetap berjalan cepat menuju salah satu cafe yang berada tak jauh dari tempat aku melamun tadi. Itu tempat biasa kami nongrong untuk sekedar menikmati alam yang masih sangat fresh. Tempat favorit aku dan Gery untuk menghabiskan waktu kosong dan ketika jadwal kuliah sedang tidak ada.

Aku dan Gery bersahabat sejak kuliah tingkat pertama, sampai sekarang setelah berjalan beberapa tahun dan sampai kami sudah berada disemester akhir. Gery anak yang sangat genius, berasal dari keluarga kaya, mempunyai wajah yang tampan. Rasanya Gery punya segala-galanya. Berbeda dengan aku yang biasa-biasa saja. Meskipun nilaiku tidak bisa dikatakan buruk, tapi untuk mendapatkan nilai tersebut aku harus berjuang mati-matian. Sampai terkadang aku mengalami mimisan. Dan gery tau pasti soal itu.

Gery selalu bilang “Sok, apa sih yang kamu kejar? Mengapa kamu terlalu bekerja keras untuk sesuatu kamu sendiri bahkan tidak pernah tau apa keinginan kamu sebenarnya? Kamu bisa sakit, kamu tak punya siap-siap disini, bahkan kamu sama sekali tak punya keluarga? Aku hanya terdiam ketika aku mendengarnya. Ya Gery benar. Aku yatim piatu yang tidak pernah tau siapa sebenarnya kedua orang tuaku. Aku dibesarkan disalah satu panti asuhan yang tak jauh dari kota ini. Yang aku tau, ibu panti pernah bercerita bahwa aku ditemukan didepan pintu panti ketika aku masih bayi.

Pernah terucap perkataan dari Gery, yang membuat aku malu akan diri aku sendiri. Malu karena aku seolah seperti benalu yang selalu bergantung kepadanya.

“Soka, Bagaimana kalo kamu menikah denganku saja?”

Aku hanya terhenyak mendengar perkataan Gery. Aku tau ucapan Gery hanya ungkapan karena selalu merasa kasian dengan hidupku sekarang ini. Misalkan, sekalipun aku mencintai Gery, mungkin aku akan tetap memilih Gery sebagai sahabatku, bukan bagian dari hidupku. Apalagi sekarang, aku hanya menganggap Gery sebagai sahabat yang sangat berharga dan aku tak mau kehilangan dia sebagai sahabat. Meskipun terkadang keberadaan dia sering membuatku marah dengan sifatnya yang semaunya. Apalagi soal wanita, dia seperti tak bisa melabuhkan hatinya ke satu tempat. Selalu saja berpindah-pindah ke lain hati.

Setelah menjalani persahabatan hampir empat tahun lamanya, kemana-mana kami selalu berdua, meskipun terkadang aku lebih banyak dibuat menunggu ketika kami berjanji akan menghabiskan waktu nongrong atau ngopi bersama. Karena aku tau Gery selalu punya jadwal kencan yang selalu saja ada setiap harinya. Aku juga terkadang heran. “Tuh anak, apa tidak takut karma ya?”

“Gery, kenapa kamu tak pernah mengenalkan aku dengan kekasih kamu?” Tanyaku beberapa kali.

“Malas.” Aku ingin pastikan kamu dapatkan seseorang dulu. Pria yang baik dan bisa melindungi kamu nantinya. Baru aku juga pastikan akan mengenalkan, mana yang akan menjadi pilihanku nantinya.

Selalu begitu jawaban Gery, ketika aku paksa untuk bertanya hal-hal yang sama berkali-kali. Aku tau Gery selalu bertindak seperti keluargaku, selalu ada ketika aku membutuhkan dia, bahkan sampai hari ini aku masih mempunyai hutang ke Gery. Hutang yang entah kapan bisa aku lunasi. Meskipun gery selalu bilang aku tidak usah memikirkannya. Bahkan terkadang dia marah ketika melihat aku mati-matian mencari banyak pekerjaan paruh waktu buat sekedar membayar hutang ke dia.

“Puk, satu tepukan di jidat membangunkan lamunanku. Aku tersadar ternyata sedari tadi setelah tiba di cafe aku melamun lagi.
“Kamu kenapa sih, Soka?”
“Apa yang kamu pikirkan, Sok?” Jangan-jangan kamu sedang memikirkan wajahku yang tampan ini?” Katanya sambil dengan tertawa.

Aku tak menanggapi kelakar Gery, meminum kopi yang sudah mulai dingin adalah pilihan terbaik untuk menjawab pertanyaan Gery yang selalu membuat aku terkadang geli sendiri.

“Ngomong-ngomong, skripsi kamu sudah sampai bab berapa, Gery? Tanyaku mengalihkan pembicaraan yang tidak jelas tadi.
“Sudah kelar, minggu depan aku schedule nya sidang.” Jawabnya santai.

“Whaaat…?!” Aku tersedak karena kaget,

Kopi yang aku minum tersembur keluar dan hampir saja mengenai wajah Gery, kalo dia tidak buru-buru memiringkan kepalanya kesamping.

“Soka! Jorok ah kamu…” Serunya.

“Bersihin sana? Katanya sambil memberikan aku beberapa lembar tissue yang berada tak jauh dari nya. Wajahnya masih tetap tersenyum melihat ke arahku yang sibuk mengelap semburan kopi tadi. Selanjutnya dia cuma mengeleng-gelengkan kepalanya melihat aku yang masih dengan muka tak percaya.

“Apa aku tidak salah dengar, Ger? Baru sebulan yang lalu kamu mulai, kok sekarang sudah kelar aja, malah sudah mau sidang?”
“Kamu tidak lagi becanda kan? Aku menempuk pipi Gery yang tepat berada di depanku.

Aku terlihat seolah tak percaya, Gery hanya mengambil kopinya dan memberikan ke aku yang kopinya sejak tadi sudah habis. “Minum dulu, Sok. Biar kamu tenang..”

“Iya” Jawabnya lagi singkat.

Aku termanggu tak percaya. Ahh Gery kamu selalu saja spesial, selalu bisa melakukan sesuatu dengan cepat dan dengan hasil yang selalu memuaskan. Berbeda dengan aku, bantinku. Lagi-lagi aku membandingkan diri dengan Gery. Ahh… sudahlah.

Aku dan Gery terpaut usia 5 tahun aku lebih tua darinya. Aku terlambat kuliah karena factor biaya. Sedangkan Gery saat ini usianya baru 23 Tahun. Tapi kami tetap bisa bersahabat dengan baik dan tak pernah mempermasalahkan soal umur yang terpaut lumayan banyak.

Awalnya aku sedikit terganggu, tapi lama kelamaan karena melihat Gery bersikat santai ketika kami jalan bersama, akupun pada akhirnya terbiasa dan tak mempersoalkan soal umur lagi. Bagiku toh kami cuma sahabat baik, bukan menjalin hubungan yang aku khawatirkan nantinya akan mejadi omongan buat teman-teman yang lain. Dan itu akan sangat menganggu sekali rasanya. Meskipun aku tau Gery tidak pernah mempermasalahkan soal itu.

----- Continue to part 2
Note : Ini cerbung pertama yang gue tulis, please jangan di bully. Terima kasih (By Dita)
Tag : CERBUNG
0 Komentar untuk "Seharusnya Aku Tak Melepasmu (Part 1)"

Back To Top