Seharusnya Aku Tak Melepasmu (Part 2)

Seharusnya Aku Tak Melepasmu (Part 2)
(Sumber Pic : Gue screen shoot dari drama korea yang judulnya Something About 1%)
Aku harus lebih giat lagi, kalau mau kuliahku selesai sesuai jadwal. Ini tahun keempat, dimana anak-anak setingkatku yang kemampuannya masuk level si Gery sudah mendapatkan jadwal untuk sidang akhir. Meskipun belum dapat jadwal sidang, tapi aku masih bersyukur karena tugas akhirku tinggal menunggu acc dari dosen pembimbing saja. Setelahnya aku tinggal mengajukan jadwal sidang dan menunggu jadwal sidang keluar.

Setelah seminggu lebih aku berkutat dan harus bolak-balik untuk sekedar konsultasi dengan dosen pembimbing. Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba juga. Tugas akhirku di acc dan aku tinggal menunggu jadwal sidang, dan katanya mungkin akan keluar beberapa hari kedepan.

“Tut tut tut,..” Pesan masuk diponselku. Itu pasti dari Gery, siapa lagi yang berani kirim pesan selarut ini.”
“Sudah tidur belum, Sok?
“Sudah….” Balasku
“Koq bisa balas?
“Ini bukan Soka, ini arwahnya….Hihihi.”
“Hahaha….. “ Balasnya lagi
“Aku serius, kamu sudah mau tidur belum? Sudah ngantuk? Jangan tidur dulu dong? Gak ada teman cerita nih? Aku lagi nggak bisa tidur.” Lagi pesan dari Gery.
“Memang ada apa?
“Sok, Habis kuliah kita selesai. Kamu rencananya mau ngapain atau kemana gitu?
“Belum tau…” Jawabku singkat.
“Koq belum tau? Memang kamu nggak ada rencana apa gitu? Seperti anak-anak yang lain? Lanjutin kuliah misalnya? atau menikah mungkin, Sok?
“Hhmmm, Belum mikir sampai kesana.” Jawabku singkat.
 
“Trus kamu habis selesai kuliah mau ngapain, Gery? Kamu nggak ada rencana pergi jauh kan?” Tanyaku penasaran. Karena seingatku dia pernah bilang bahwa kedua orang tuanya ingin dia melanjutkan pendidikan ke luar negeri.
 
Lama tak ada balasan, akupun bersiap-siap mengatur posisi mau tidur, ssudah hampir jam 12 tengah malam. Sudah larut sekali. Dan aku tidak mau besok pagi aku terlambat untuk kerja part time ku.
Masih sempat terpikir, “Ada apa dengan Gery?"

Pasti ada hal yang dia sembunyikan dari aku. “Aku tau sekali bagaimana Gery, ketika tak bisa menyampaikan sesuatu dia hanya akan diam atau memutuskan tak membalas pesanku, selalu begitu. Ya paling besok aku tanya dia ada apa, semoga saja dia tidak membuat masalah lagi. Harapku.

Sebelum aku sempat memejamkan mata, terdengar pesan masuk lagi dari Gery. Aku beranjak duduk dengan cepat mengambil ponsel yang aku letakkan lumayan jauh dari tempat tidurku. Aku harus membungkukkan sedikit badanku untuk mngambil ponsel tersebut.
 
“Soka, kalo misalnya aku pergi keluar Negeri? Ke Spain misalnya? Kamu mau ikut nggak?”
“Maksud kamu? Ya nggaklah, ngapain? Jawabku. "Lagian kamu pikir aku sekaya kamu bisa pergi keluar negeri? Memang kenapa? Aku bertanya penasaran. Ini pasti ada sesuatu.
“Kamu mau ke Spain, Ger? Aku mengirim pesan lagi tanpa menunggu pesan sebelumnya dibalas oleh Gery. 

Hampir satu jam lamanya aku menunggu balasan pesan dari Gery, tapi tidak juga ada balasan. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur saja. Tapi sepertinya mataku sudah tidak mau tidur lagi. Aku terpikirkan pertanyaan Gery tadi. Bagaimana jika Gery benar-benar pergi keluar negeri? Aku akan kesepian lagi seperti empat tahun lalu, sebelum kami menjalin persahabatan. Apa mungkin Gery benar-benar akan pergi? Satu hal yang saat ini aku takutkan adalah Gery pergi. Gery satu-satunya sahabatku. Satu-satunya keluargaku.

Pertanyaan-pertanyaan itu bermunculan di kepalaku. Tak sadar waktupun sudah menunjukan pukul 2 dini hari, aku berusaha sekuat tenaga untuk memejamkan mataku. Dan akhirnya aku tertidur juga dan terbagun lagi setelah alarmku berbunyi kencang membangunkan tidurku sampai membuat kepalaku sakit.
****

Setelah kerja part time ku selesai jam 9 pagi, aku memutuskan akan menemui Gery hari ini. Aku mengirimkan pesan, mengajaknya makan siang di cafe tempat biasa. Tapi Gery tak membalas pesanku samasekali.

Setelah jam 11 siang aku langsung menuju cafe biasa, tapi Gery belum terlihat disana. Sebaiknya aku menunggu saja, mungkin Gery lagi ada kesibukan lain aku pikir. Toh aku sudah terbiasa menunggu dia yang selalu saja datang terlambat ketika kami ada janji bertemu. Itu sudah menjadi kebiasan buruk Gery. Setengah jam sudah berlalu, Gery belum juga datang, aku mengirimkan pesan bertanya mengapa dia belum datang. Tapi tetap tak ada balasan. Satu jam berlalu, aku memutuskan makan siang sendiri saja, sekalian menunggu, pikirku. Bisa saja Gery terlambat atau mungkin mobilnya terjebat macet yang biasanya terjadi jika waktunya makan siang begini.

Sudah hampir dua jam aku duduk di cafe ini, makan siang sudah lama terlewatkan. Dan 2 gelas kopi pun sudah habis aku minum sejak tadi. Tapi tanda-tanda kedatangan Gery belum juga ada. Aku Cuma bisa mendengus kesal, seraya bangkit menuju kasir. Setelah itu berjalan akan mengambil sepeda motorku yang terparkir manis di depan cafe.

Belum sempat menghidupkan motor. Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku sedikit keras. Aku sampai terlonjak kaget. Aku menoleh dan sudah tau sekali siapa yang suka bercanda denganku seperti ini. Aku menoleh dan disana Gery berdiri dengan setelan rapi, jas dan dengan rambut yang tertata rapi. Dia terlihat berbeda dari biasanya. Tersenyum manis.

“Awas lu…!

“Mengapa jam segini baru datang?”
"Kamu tau, sudah berapa lama aku disini? Seruku sedikit kencang.”
Dia Cuma tersenyum tanpa berusaha membela diri atau sekedar memberi alasan mengapa dia datang sangat telambat.

Gery memegang pergelangan tanganku, dan setengah berlari menarikku kearah lapangan menuju pohon tempat biasanya kami duduk dan bercerita banyak hal. Disana terlihat beberapa keluarga juga sedang duduk-duduk bersama sambil makan siang. Selebihnya adalah beberapa mahasiswa dari kampus kami yang sedang asyik membaca dan sekedar bersantai menikmati pemandangan dan mendengarkan musik.

Sesampainya disana. Sambil tetap memegang tanganku, Gery mendudukkanku setengah paksa. Tangannya kemudian beralih memegang kedua lenganku. Masih tanpa berkata-kata Gery menatapku. Aku tau dia sedang ingin mengatakan sesuatu, tapi sepertinya sulit sekali keluar dari mulutnya. Aku berusaha melepas pegangan tangan Gery dari lenganku. Tapi dia malah mempererat pegangannya. Aku sedikit risih melihat tatapannya yang terus saja menatapku. Aku berusaha mengalihkan pandangan dan berusaha memperbaiki rambutku yang menutup keningku.

“Aku mengalihkan pandanganku ke wajahnya lagi.” Sebaiknya aku bertanya ada apa.
“Ada apa, Gery? Aku tau kamu merahasiakan sesuatu dariku?

“Soka, aku tak pernah tau perasaanku ini. Cinta atau apalah?” Tapi yang pasti aku selalu takut ketika aku harus kehilangan kamu. Dan kamu juga tau, bahwa aku adalah seorang playboy dan suka mempermainkan perempuan. Jadi aku yakin kamu tidak akan pernah paham seperti apa perasaanku ke kamu. Sama aku juga. Tapi aku tak pernah siap ketika aku harus memilih jauh dari kamu.” Lanjutnya lagi.

“Trus masalahnya?”

Tanyaku tetap berusaha setenang mungkin. Padahal saat ini perasaanku berkecamuk. Berbagai macam pertanyaan sudah memenuhi kepala dan pikiranku. Aku tau ini mungkin akan menjadi akhir dari persahabatan kami selama ini dan aku tak pernah mau Gery pergi karena dia satu-satunya orang yang selalu ada buatku. Satu-satunya orang yang aku anggap keluarga dimana aku bisa berbagi cerita apapun tanpa pernah malu sekalipun dia selalu mengejekku setiap kali bertemu. Sekalipun bahan ceritaku ada saja yang bisa dia jadikan bahan candaan ketika mengodaku.

“Soka, Dua hari lagi aku berangkat ke Spain.” Ucapnya.

Matanya berkaca-kaca. “Orang tuaku mengirim dan memaksa aku untuk melanjutkan pendidikan disana dan kali ini aku tak bisa menolak karena aku tau, aku anak laki-laki satu-satunya yang jadi harapan orang tuanku untuk melanjutkan perusahaannya kelak.

Aku hanya diam, tapi Gery tau pasti perasaanku. Aku akan sangat sakit ketika di tinggalkan sendiri lagi. Dia tau cerita kehidupanku. Karena itu selama ini Gery selalu berusaha mengenalkan aku dengan teman-temannya. Katanya, biar aku mempunyai teman lain dan bisa bergaul seperti gadis pada umumnya. Terkadang dia bilang.

“Sok, kamu itu tak muda lagi, pandai-pandai lah cari teman, agar nanti jika aku tidak ada kamu tak sendirian seperti ini.”

Aku tau, ini pada akhirnya akan terjadi. Tapi tetap dadaku terasa sesak memikirkan Gery akan pergi jauh. Aku berusaha untuk tidak menangis, dan aku memaksa berdiri tapi Gery tetap memegang lenganku dengan kuat. Aku tau dia juga sedang sedih.

“Aku akan pergi, Sok!”
“Aku harap apapun yang terjadi kamu harus memberitahuku.” Meskipun aku jauh, kita masih bisa tetap bercerita seperti biasanya. Oke..! Katanya penuh harap.

Aku diam dan tak menjawab apapun. Gery melepaskan pegangannya dilenganku dan duduk disampingku. Sambil meluruskan kakinya, tapi tetap dengan kepala masih menghadap ke arahku.

“Soka..!” Gery memanggilkku setengah berteriak.

“Aku menutup telingaku dengan kedua telapak tanganku dan menelungkupan wajahku ke lutut. Sekuat tenaga aku menahan air mata agar tidak keluar, tapi sekuat itu pula dia tumpah. Aku seperti seolah kehilangan pegangan hidup. Gery tau aku menangis, dia tetap membiarkan aku dengan posisi seperti itu. Tanpa berkata apa-apa sama sekali.

“Dua hari lagi?” Aku terdiam sebentar.
“Aku harus kehilangan seorang sahabat dan aku berharap kita tak pernah bertemu lagi, Gery.” Ucapku dalam isak. Gery tak menjawab apa-apa.

“Ketika kamu memutuskan untuk pergi, berarti kamu juga harus rela kehilangan sesuatu yang menurutmu berharga.”

“Aku berdoa yang terbaik buatmu.” Lanjutku lagi.

Suasana hening, kami berdua sama-sama terhanyut dalam pikiran dan perasaan masing-masing. Itulah terakhir kalinya kami duduk bersama sebagai seorang sahabat. Pikiranku dipenuhi dan terpikirkan dengan hari-hariku yang akan sepi lagi.

“Gery pergi?” Pergilah… dan jangan kembali lagi.

Persahabatan kita berakhir disini. Dan aku tidak akan kembali ketempat ini lagi, tempat saksi akhir dari pertemuan kita dan persahabatan kita yang aku pikir akan selamanya ada.

----- Continue to part 3
Seharusnya Aku Tak Melepasmu (Part 1)
Note : Ini cerbung pertama yang gue tulis, please jangan di bully. Terima kasih (By Dita)
Tag : CERBUNG
0 Komentar untuk "Seharusnya Aku Tak Melepasmu (Part 2)"

Back To Top