Seharusnya Aku Tak Melepasmu (Part 4)

Seharusnya Aku Tak Melepasmu (Part 4)
(Sumber Pic : Gue screen shoot dari drama korea yang judulnya Something About 1%)
Kami dari Devisi Penjualan yang terdiri dari 8 orang. Dan aku adalah ketua team untuk devisi ini. Baru 6 bulan yang lalu posisi ini aku pegang setelah penjualan meningkat dan aku mendapat promosi jabatan atas kinerjaku yang cukup baik di perusahaan ini. Meskipun terkadang suka bercanda dengan teman-teman satu devisi, tapi mereka selalu menghargaiku sebagai ketua team mereka.

Hari ini, kami harus bisa menunjukan image yang baik terhadap pimpinan baru, dan aku sebagai ketua team bertanggung jawab penuh atas apa yang dilakukan oleh rekan-rekan kerjaku nantinya. Yang terdiri dari 2 orang laki-laki dan 6 orang perempuan termasuk aku.

Sebelum pimpinan baru menampakan diri di kantor, kami semua dari devisi penjualan dan beberapa devisi lain sudah berkumpul berderet membentuk barisan. Terdapat barisan cukup panjang disebelah kiri dan sebelah kanan dan aku memutuskan untuk berdiri dibagian paling ujung terakhir barisan. Setelah merapikan beberapa barisan yang sedikit berantakan.

“Aah… kita seperti akan menyambut kedatangan presiden saja ya?” Celetuk selly

Aku menyikut selly, menyuruhnya diam.

Lima menit berlalu akhirnya pimpinan yang ditunggu akhirnya tiba juga, sebuah mobil mewah, pastilah itu mobil keluaran luar negeri dan mahal. Terlihat berbeda seperti mobil-mobil yang ada di kota ini. Aku melihat pintu mobil terbuka, menundukan wajahku. Tidak sopan rasanya ketika aku harus menatap wajah orang baru. Aku hanya mendengar bunyi langkah kaki yang mulai berjalan pelan kearah kami.

“Selamat pagi dan selamat datang, Pak….” Suara direktur perusahan kami, Pak Zal. Aku mengenali suaranya yang cempreng. Apalagi kalau beliau sedang marah. Aku tersenyum memikirkan mimik Pak Zal ketika memarahi kami.

“Beri sambutan terhangat dan senyum termanis kalian kepada Pak Gery Jillian.” Lanjut Pak Zal lagi. Terdengar tepuk tangan.

“Selamat pagi….”

“Deg,….!! Jantungku berdegup. Aku mengenali nama dan suara itu. Aku mengangkat kepalaku untuk meyakinkan bahwa aku tidak sedang salah.

“Ya Tuhan, itu Gery…” Ucapku dalam hati.

Aku memegang dadaku yang tiba-tiba saja terasa sesak. Pandangan kami berdua bertemu. Langkah kaki Gery terhenti, menatapku kearahku sejenak. Pandangannya sangat dingin tidak seperti dulu. Kemudian dia lanjut menyapa semua staff yang berdiri menyambut kedatangannya.

Selly memiringkan badannya ke arahku.

“Soka, kamu kenapa? Kamu sakit?”

Bingung melihat reaksiku yang tiba-tiba memegang dada dan menepuknya beberapa kali. Aku menggelengkan kepala perlahan memberikan tanda bahwa aku baik-baik saja. Selly mengangguk dan melihat kedepan lagi.

Saat ini perasaanku bercampur aduk, sedih, takut, marah dan perasaan lainnya yang aku sendiri tidak tau apa. Satu hal yang aku tau pasti adalah aku merindukanan sosok ini, merindukan sahabatku empat tahun lalu, yang sempat aku abaikan. Sahabat, tanpa sadar aku buang karena ketakutanku ketika dia akan pergi meninggalkan aku sendiri. Aku memutuskan komunikasi, mengganti nomor ponselku dan aku tau Gery pasti saat itu sedang berusaha menghubungiku bahkan mungkin saja mencariku.

Gery berjalan melewatiku tanpa berhenti juga tanpa menoleh sama sekali ke arahku. Selly disamping berguman disampingku.

“Sombong sekali, padahal aku sudah berusaha tersenyum semanis mungkin ke arahnya.”

“Untung saja dia tampan ya, Sok? Lanjut Selly menyikutku lagi.

Aku diam, mataku kabur tertutup air mata yang mulai merembes keluar. Kepalaku pun mulai terasa pusing. Aku tau hal ini sangat mengejutkan aku. Siapa sangka aku dan Gery akan bertemu lagi. Padahal aku sudah berusaha membuang semua hal yang berhubungan dengan masa laluku. Membuang sahabat yang aku sayang selama ini. Tapi saat ini dia ada di hadapanku, wajahnya masih seperti dulu. Selalu terlihat tampan. Hanya saja dia terlihat dingin dan sikapnya tidak sebersahabat dulu ketika menatapku tadi.

“Mungkin dia marah… “ Ucapku dalam hati

Semoga ini bukan pertanda buruk dari kehidupanku, pertanda buruk dari karierku selama ini. Aku berharap hubunganku dengan Gery tidak mempengaruhi pekerjaanku kelak. Aku butuh pekerjaan ini, karena saat ini ada Ra yang membutuhkan aku. Ya… ada Ra yang akan selalu menjadi pelipur laraku. Aku menangis dalam hati, aku merindukan Ra saat ini. Aku ingin pulang secepatnya memeluk Ra yang selalu tertawa lucu melihat ke wajah lelahku ketika pulang kerja.

“Devisi penjualan sebelum makan siang, sekitar jam 11 berkumpul di ruangan rapat. Ada banyak yang akan dibicarakan disana.

Tak ada jawaban dari kami.

“Soka?” Kamu dengar ucapan saja?” Seru Pak Zal.

“Baik pak…” Jawabku cepat setengah terkejut.

Sekilas aku lihat langkah Gery terhenti, kemudian dia lanjut berjalan lagi dengan langkah yang lebih cepat.

Aku secepatnya kembali ke ruangan, dan mengajak yang lain untuk mempersiapkan apa saja yang mungkin nantinya akan diminta oleh pimpinan baru. “Ah… Gery. Gumamku, aku takut bertemu dia. Melihat tatapan dingin saja seolah membuat tubuhku beku tak bisa bergerak.

Aku berusaha menepis bayangan tatapan Gery tadi. Ini pekerjaanku. Aku harus professional jangan mengaitkan dengan hal-hal yang bersifat pribadi dan aku berharap Gery akan berpikir yang sama denganku saat ini. Karena aku mengenal Gery. Itu pikirku berusaha untuk menenangkan diri.

“Selly, Pastikan yang lain sudah menyiapkan apa yang harus kita tunjukan ke pimpinan nanti..!” Seruku dari meja kerja.

“Baik, Bu….”

Jawab selly sambil menaruh tangannya di kepala, tanda oke. Aku tersenyum melihatnya.

Lima menit lagi menuju jam sebelas, aku berjalan dan menuju pintu keluar. Tanpa di komdano lagi rekan yang lainpun semua bergerak mengikutku menuju ruangan meeting. Sebagai ketua team devisi penjualan aku yang paling bertanggung jawab disini, dan itu artinya saat ini aku juga yang harus bertanggung jawab untuk semuanya. Menunjukkan rasa hormat juga adalah bagian dari tanggung jawabku sebagai ketua.

Sampai didepan pintu ruang meeting, aku berhenti sebentar yang lain juga mengikuti seolah diberi perintah untuk berhenti serentak. Aku menarik nafas dalam-dalam, lalu mendorong pintu berjalan masuk. Sontak padangan orang-orang yang berada diruangan semua tertuju ke kami. Ada 4 orang didalam ruangan tersebut. Gery sebagai pimpinan baru dan aku sudah mengenalnya. Dua orang, sepertinya mendampingi kedatangannya. Dan satu adalah Pak Zal di rektur perusahaan kami sekarang untuk cabang di kota ini.

“Hai, ibu Soka….?” Pak Zal menyapaku.

“Silahkan duduk…” Lanjutnya mempersilahkan.

Aku duduk tepat diposisi berseberangan dengan Gery, menyusul yang lain duduk. Aku berusaha setenang mungkin. Aku menatapnya sebentar, lagi pandangan kami beradu. Aku lalu mengalihkan pandanganku ke yang lain dan berusaha untuk tersenyum dan bersikap biasa saja dan berusaha setenang mungkin.

“Pak Gery, perkenalkan yang tepat didepan Bapak adalah Ibu Soka, ketua devisi bagian penjualan.”

Aku berdiri membungkuk sedikit tanda hormat.

“Beliau ini salah satu asset perusahaan kita disini, berbakat juga telah membuat penjualan perusahaan kita meningkat dengan lumayan baik selama 2 tahun beliau bekerja disini. Lanjut Pak Zal menerangkan dan akupun sudah kembali duduk. Perasaanku pun sudah mulai tenang dan sudah bisa menguasai keadaan. Sekilas aku melihat ekpresi wajah Gery yang masih tetap terlihat dingin, aku tak bisa menembak apa yang sedang ada dalam pikirannya sekarang.

Selanjutnya aku diberikan kesempatan oleh Pak Zal untuk menerangkan beberapa hal yang terkait dengan masalah penjualan, termasuk apa saja kesulitan yang sering kami hadapi. Termasuk masukan-masukan yang sekiranya baik buat perusahaan kedepan. Setelah 15 menit berlalu dan akupun sudah selesai memperlihat apa yang menurutku harus aku perlihatkan sebagai ketua team devisi penjualan.

Selanjutnya Selly berdiri melanjutkan untuk menunjukan berapa persentase kenaikan setiap bulan yang sudah berhasil kami capai selama ini. Terakhir aku memperkenalkann satu persatu nama dari team devisi penjualan termasuk apa saja yang sudah masing-masing mereka capai sebagai bagian dari team penjualan.

Pak Zal dan dua rekan Gery memberikan tepuk tangan setelah aku selesai berbicara, tapi Gery tetap masih dengan tatapan dingin dan tak memberikan tanggapan apa-apa atas apa yang sudah kami semua tunjukan.

“Bagaimana, Pak Gery?

“Ada tanggapan atau masukin mungkin untuk devisi penjualan? Kata Pak Zal berusaha bertanya.

“Nama kamu?” Tangannya yang memegang ponsel menunjuk kearahku, tanpa menjawab pertanyaan dari Pak Zal.

“Soka, Pak Gery…” Jawabku cepat dan sedikit gugup.

“Silahkan keluar…!” Lanjutnya, Sambil menunjuk kearah pintu keluar.

Aku terkejut dan tertegun sejenak tak percaya. Yang lain terlihat bingung termasuk Pak Zal. 

----- Continue to part 5
Seharusnya Aku Tak Melepasmu (Part 3)
Note : Ini cerbung pertama yang gue tulis, please jangan di bully. Terima kasih (By Dita) 
Tag : CERBUNG
0 Komentar untuk "Seharusnya Aku Tak Melepasmu (Part 4)"

Back To Top